Jeruk yang Benar-benar 'huasyem'
Saat mengunjungi rumah yang belum saya tempati, di jalanan ada lapak dadakan. Ia jualan jeruk Medan (mungkin tidak tepat benar, tapi sejenis yang sering disebut sebagai jeruk Medan. Biasanya dengan ciri khas rasanya manis dan ada asam nya). Tulisannya sungguh menarik. “Obral Rp 8.000”.
Saya tidak langsung mampir, dan sambil berfikir, wah murah juga jeruknya. Apalagi dengan kata-kata obral, apalagi juga ini lapak dadakan. Mungkin ini juragan jeruk yang harus segera menghabiskan stok nya. Begitu pikir saya. Akhirnya pas perjalanan pulang dan melewati tempat itu, saya mampir.
“Bang, ini bener Rp 8.000, sekilo”, tanya saya ke abang penjual.
Dengan enteng nya si abang menjawab, “Yang Rp 8.000 yang ini”, katanya sambil menunjuk ke tumpukan jeruk. Tumpukannya tidak banyak, mungkin cuma beberapa kilo saja. Jeruknya pun tampak tidak menarik, terlihat sudah agak layu, beberapa ada yang sudah benjut.
“Kalau yang ini Rp 16.000 pak, sebelahnya Rp 18.000. dan yang gede-gede itu Rp 20.000” begitu katanya sambil menunjuk dagangannya.
Sepertinya dagangan dia yang terbanyak ya yang seharga Rp 16.000 – Rp 20.000 itu. Yang Rp 8.000 dengan tulisan mencolok itu cuma sedikit. Dan sengaja diletakkan tepat dibawah karton bertuliskan obral itu. “Huasyem...” kata saya mengumpat dalam hati.
“Gimana pak, mau ambil berapa kilo yang ini?” si abang sudah pakai jurus pamungkas untuk closing pembelian dengan membuka kantong plastik dan mulai menimbang. Saya diam saja tidak menjawab. Lalu dengan agak kesal saya bilang, “OK nanti dulu, saya mau tanya istri saya dulu yang nunggu di mobil” dan meninggalkan si abang. Saya pun masuk mobil dan tancap gas melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Saya sengaja tidak membeli. Karena dengan membeli berarti saya sudah terjebak dengan gaya promosinya. Dengan harga yang sama, saya bisa mendapatkan jeruk yang mungkin saja kualitasnya lebih baik, di toko buah langganan. Plus pelayanan dan bercandaan yang akrab. Sudah gitu, kalau ada komplain dengan barang yang kita beli, dengan senang hati langganan saya mengganti dengan yang diinginkan. Sedangkan di lapak kagetan ini, saya tidak yakin. Wong mau menarik orang yang datang saja dengan trik harga promosi.
Gaya promosi semacam ini seringkali kita jumpai di jalanan dengan segala variasinya. Intinya mereka ingin menarik orang untuk datang dengan membuat tulisan 'obral dan harga yang miring'. Padahal kalau kita perhatikan tidak akan berbeda harganya dengan tempat yang biasa berjualan.
Cara seperti ini sepertinya ampuh untuk menarik orang berhenti dan melihat barang yang dijual. Tapi belum tentu ampuh untuk membuat terjadinya pembelian. Apalagi orang yang mengerti harga dan kualitas barang, dijamin tidak akan terkecoh untuk membeli. Atau, perasaan kesal, seperti yang saya rasakan yang membuat orang tidak jadi membeli. Walau butuh barang tersebut.
So, jeruk yang tadi benar-benar “huasyem” buat saya. Yang berhasil membuat saya ngedumel sepanjang perjalanan pulang.
Saya tidak langsung mampir, dan sambil berfikir, wah murah juga jeruknya. Apalagi dengan kata-kata obral, apalagi juga ini lapak dadakan. Mungkin ini juragan jeruk yang harus segera menghabiskan stok nya. Begitu pikir saya. Akhirnya pas perjalanan pulang dan melewati tempat itu, saya mampir.
“Bang, ini bener Rp 8.000, sekilo”, tanya saya ke abang penjual.
Dengan enteng nya si abang menjawab, “Yang Rp 8.000 yang ini”, katanya sambil menunjuk ke tumpukan jeruk. Tumpukannya tidak banyak, mungkin cuma beberapa kilo saja. Jeruknya pun tampak tidak menarik, terlihat sudah agak layu, beberapa ada yang sudah benjut.
“Kalau yang ini Rp 16.000 pak, sebelahnya Rp 18.000. dan yang gede-gede itu Rp 20.000” begitu katanya sambil menunjuk dagangannya.
Sepertinya dagangan dia yang terbanyak ya yang seharga Rp 16.000 – Rp 20.000 itu. Yang Rp 8.000 dengan tulisan mencolok itu cuma sedikit. Dan sengaja diletakkan tepat dibawah karton bertuliskan obral itu. “Huasyem...” kata saya mengumpat dalam hati.
“Gimana pak, mau ambil berapa kilo yang ini?” si abang sudah pakai jurus pamungkas untuk closing pembelian dengan membuka kantong plastik dan mulai menimbang. Saya diam saja tidak menjawab. Lalu dengan agak kesal saya bilang, “OK nanti dulu, saya mau tanya istri saya dulu yang nunggu di mobil” dan meninggalkan si abang. Saya pun masuk mobil dan tancap gas melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Saya sengaja tidak membeli. Karena dengan membeli berarti saya sudah terjebak dengan gaya promosinya. Dengan harga yang sama, saya bisa mendapatkan jeruk yang mungkin saja kualitasnya lebih baik, di toko buah langganan. Plus pelayanan dan bercandaan yang akrab. Sudah gitu, kalau ada komplain dengan barang yang kita beli, dengan senang hati langganan saya mengganti dengan yang diinginkan. Sedangkan di lapak kagetan ini, saya tidak yakin. Wong mau menarik orang yang datang saja dengan trik harga promosi.
Gaya promosi semacam ini seringkali kita jumpai di jalanan dengan segala variasinya. Intinya mereka ingin menarik orang untuk datang dengan membuat tulisan 'obral dan harga yang miring'. Padahal kalau kita perhatikan tidak akan berbeda harganya dengan tempat yang biasa berjualan.
Cara seperti ini sepertinya ampuh untuk menarik orang berhenti dan melihat barang yang dijual. Tapi belum tentu ampuh untuk membuat terjadinya pembelian. Apalagi orang yang mengerti harga dan kualitas barang, dijamin tidak akan terkecoh untuk membeli. Atau, perasaan kesal, seperti yang saya rasakan yang membuat orang tidak jadi membeli. Walau butuh barang tersebut.
So, jeruk yang tadi benar-benar “huasyem” buat saya. Yang berhasil membuat saya ngedumel sepanjang perjalanan pulang.
trik bisnisnya berhasil tuch hehehehehehee.... sabaaarrr kan puasa
ReplyDeletedia berhasil membuat saya mampir, tapi tidak berhasil membuat saya beli jeruk nya... hehehehe... iya nih nambah2 cobaan saat puasa aja
DeleteGaya seperti ini ...
ReplyDeleteBisnisnya tak akan pernah lestari ...
pasti ditinggal pembeli ...
Salam saya Kamal
penjual selalu punya cara menarik pembeli, tapi kalau nggak sesuai kenyataan kan bikin keki ya..
ReplyDeleteiya, disini juga byk. Biasanya tertulis mura tp ternyata yg murah itu yg kualitasnya udah gak terlalu bagus
ReplyDelete